RESENSI JURNAL “MENGAPA DENGAN PANDUAN YANG SEDIKIT SELAMA KEGIATAN PEMBELAJARAN TIDAK BERHASIL MENGAKTIFKAN SISWA”
RESENSI JURNAL
“MENGAPA
DENGAN PANDUAN YANG SEDIKIT SELAMA KEGIATAN PEMBELAJARAN TIDAK BERHASIL
MENGAKTIFKAN SISWA”
Judul Jurnal : Why
Minimal Guidance During Instruction Does Not Work:
An Analysis of the Failure of Constructivist, Discovery,
Problem-Based, Experiential, and Inquiry-Based Teaching
Judul Resensi Jurnal : Mengapa
dengan panduan yang sedikit selama kegiatan
pembelajaran
tidak berhasil mengaktifkan siswa
Pengarang : Paul A. Kirschner , John Sweller & Richard E.
Clark
Penerbit : EDUCATIONAL PSYCHOLOGIST
Tahun
Terbit : 2006
Kota
Terbit :
Inggris
Jumlah
Halaman : 12 halaman
Resensi Jurnal Why Minimal Guidance During Instruction Does Not Work:
An Analysis of the Failure of Constructivist, Discovery, Problem-Based,
Experiential, and Inquiry-Based Teaching merupakan jurnal yang menyebabkan sedikit
kegemparan di komunitas pembelajaran dan pelatihan ketika diterbitkan lima
tahun lalu, terutama di kalangan mereka yang bersandar kepada pendekatan
konstruktivis. Tujuan dari jurnal
ini adalah untuk menunjukkan bahwa berdasarkan pengetahuan kita saat ini
architecure kognitif manusia, instruksi dipandu minimial kemungkinan tidak
efektif. Hampir setengah abad dari penelitian empiris tentang masalah ini
telah memberikan bukti-bukti dan jelas bahwa bimbingan minimal selama instruksi
secara signifikan kurang efektif dan efisien daripada bimbingan khusus dirancang
untuk mendukung proses kognitif yang diperlukan untuk belajar. Jurnal ini
khusus nya pada hal.79-81 ini berisi mengenai sejumlah tinjauan studi empiris yang menguatkan bahwa
pendekatan instruksi terarah yang meliputi pembelajaran konstruktivis yang
terkenal tidak bekerja. Di dalam
jurnal ini pun menceritakan penelitian yang membandingkan intruksi terarah
dengan intruksi terbimbing, beban kognitif, contoh kerja dan proses lembar kerja .
Kata Kunci : Perbandingan intruksi terbimbing dan Instruksi terarah
(instruksi panduan minimal)
PENELITIAN
MEMBANDINGKAN TERBIMBING DAN INSTRUKSI TERARAH
( hal. 79 –
81)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latarbelang Masalah
Suatu
teori akan menjadi penting jika didukung oleh penelitian. Selama ini banyak sekali
peneliti yang berpendapat bahwa “ pembelajaran yang menggunakan instruksi
terarah lebih berhasil dalam meningkatkan kualitas belajar para peserta didik. Tetapi
pada kenyataan dilapangan pendapat ini salah,
metode "instruksi minimal dipandu," yang meliputi
pembelajaran penemuan, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran
penyelidikan, pengalaman belajar, dan belajar konstruktivis tersebut untuk
belajar adalah bertentangan dengan apa yang yang diketahui tentang arsitektur
kognitif manusia dan pengolahan.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang diuraikan diatas, maka dapat didefinisikan masalah-masalah
sebagai berikut :
1.
Mengapa
metode "instruksi minimal
dipandu," yang meliputi pembelajaran penemuan, pembelajaran berbasis
masalah, pembelajaran penyelidikan, pengalaman belajar, dan belajar
konstruktivis untuk peserta didik tidak berhasil?
2.
Bagaimana
metode "instruksi minimal
dipandu," yang meliputi pembelajaran penemuan, pembelajaran berbasis
masalah, pembelajaran penyelidikan, pengalaman belajar, dan belajar
konstruktivis tersebut untuk belajar adalah bertentangan dengan apa yang yang
diketahui tentang arsitektur kognitif manusia dan pengolahan ?
C.
Tujuan
Tujuan
yang hendak dicapai dalam pembuatan review ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan
metode “ terbimbing” dapat meningkatkan kualitas belajar peserta didik.
2.
Untuk mengetahui sejauh mana metode
“instruksi terarah” dapat mempengaruhi struktur kognitif manusia dan pengolahan
menjadi lebih buruk dari merode “instruksi terbimbing”.
D.
Manfaat
Hasil dari review ini bermanfaat
untuk memberikan masukan mengenai penggunaan metode “ instruksi terbimbing
“ dan metode “ intruksi terarah” dalam
pengajaran matematika. Secara praktis, studi ini dapat dimanfaatkan dosen,
guru, maupun mahasiswa untuk memilih metode pembelajaran yang baik yang disesuaikan
dengan kondisi peserta didik sekarang. Metode ini dapat membantu siswa untuk
mempermudah dalam pemecahan masalah, dan penguasaan materi.
BAB II
RINGKASAN JURNAL
PENELITIAN
MEMBANDINGKAN TERBIMBING DAN INSTRUKSI TERARAH
Sejumlah
tinjauan studi empiris telah menguatkan bahwa pendekatan instruksi terarah yang
meliputi pembelajaran konstruktivis yang terkenal tidak bekerja. Pendekatan
pembelajaran yang hampir sama tetapi berbeda nama telah bermunculan ( misal :
Discovery, Problem-Based , Experiental, Inquiry – Based Teaching), tetapi
menghasilkan pendapat yang sama “tidak bekerja” dan belum divalidasi, Mayer
(2004). Mayer (2004) menyimpulkan bahwa “instruksi terbimbing” selalu lebih
unggul walaupun penemuan-penemuan lain bermunculan, tetapi “instruksi
terbimbing” selalu di diminati oleh banyak pemerhati pendidikan untuk belajar
(hal.18). Dari sekian banyak penelitian yang melaporkan, bahwa instruksi terbimbing(dipandu) tidak hanya dapat
memproduksi ingat lebih cepat, tetapi dapat juga mentransfer jangka panjang dan mempunyai kemampuan memecahkan masalah daripada fakta-fakta pendekatan terarah.
Penelitian yang
mendukung bimbingan langsung ( instruksi terbimbing)
Menurut Aulls (2002) dalam pengamatannya pada sejumlah
guru, saat mereka melakukan kegiatan konstruktivis di kelas, untuk
menggambarkan “bagunan” guru yang aktif menjelaskan ketika siswa gagal membuat
kemajuan belajar dalam metode Discovery, mereka (guru dan peserta didik) menghabiskan
waktu dalam interaksi instruksional terlalu lama tanpa mendapatkan tujuan.
Hardiman, Pollatsek, dan Weil (1986) , Brown dan Campione (1994) mencatat bahwa
ketika siswa belajar ilmu di dalam kelas dengan metode murni – penemuan (
Experiental) menghasilkan umpan balik
yang minimal dan mereka (peserta didik) sering menjadi hilang kendali,
frustasi, dan kebinggungan mereka (peserta didik) dapat menyebabkan kesalah
pahaman dalam berpendapat dan penarikan kesimpulan.
Carson, Lundy, ddan Schneider(1992) ; Schӓuble (1990),
menemukan bahwa awal yang salah menjadi lebih umum dalam situasi pembelajaran
seperti itu, penemuan terarah yang paling tidak berhasil.
Moreno (2004) Chall (2000), Mc Keough, Lupart, dan
Marini (1995), Schӓubel (1990), dan Singley (1989). menyimpulkan bahwa siswa
akan belajar lebih baik saat pembelajaran terbimbing daripada menemukan
sendiri.
Klahr dan Nigam (2004), dalam studi pentingnya peserta
didik tidak hanya di uji saat metode instruksi berjalan, tetapi setelah
instruksi pun peserta didik di uji apakah peserta didik mempunyai kemampuan
yang lebih atau tidak, apakah kualitas peserta didik berrbeda atau tidak,
apakah peserta didik bisa menstrasfer belajar mereka untuk konteks yang baru
atau tidak. Dari hasil penelitiannya didapat bahwa instruksi terbimbing dengan
contoh-contoh yang mendukung pengajaran mengakibatkan peserta didik lebih mau
belajar dibanding menemukannya sendiri ( instruksi terarah) .
Beban Kognitif
Sweller (1999;2004), Mayer (2001), Paas, Renkl, dan
Sweller (2003;2004), Winn (2003), mencatat bahwa meskipun dugaan keuntungan
dari lingkungan terarah untuk membantu siswa untuk mendapatkan makna dari materi pembelajaran, beban kognitif teori menunjukkan bahwa eksplorasi bebas dari lingkungan yang
sangat
kompleks dapat menghasilkan beban memori kerja berat yang merugikan belajar. Saran ini sangat penting dalam kasus peserta didik pemula, yang tidak memiliki skema yang tepat untuk
mengintegrasikan informasi baru dengan pengetahuan mereka sebelumnya.
Tuovinen dan Sweller (1999) menunjukkan bahwa praktik eksplorasi (teknik penemuan) menyebabkan beban kognitif yang jauh lebih besar
dan menyebabkan belajar menjadi lebih miskin dari
contoh praktek kerja. Para pelajar yang lebih luas tidak mengalami efek negatif dan manfaat yang sama dari kedua jenis perlakuan.
Mayer (2001) menggambarkan sebuah perpanjangan
rangkaian percobaan dalam instruksi multimedia yang telah ia dan rekan-rekannya rancang
pada gambar
rancangan Sweller (1988, 1999) pada teori beban kognitif dan sumber teoritis berbasis kognitif lainnya.
Intuksi terbimbing menggunakan 2 cara untuk
mengaktifkan peserta didik :
1. menggunakan contoh kerja
2. lembar kerja proses
1. Contoh Kerja
Contoh kerja merupakan inti dari instruksi terbimbing, sedangkan menemukan solusi untuk masalah di lingkungan kaya informasi yang sama merupakan inti dari panduan minimal pembelajaran penemuan.
Sweller dan Cooper (1985) dan Cooper dan Sweller (1987), menunjukkan akibat
contoh kerja mereka (peneliti) menemukan bahwa siswa yang belajar aljabar lebih banyak memilih belajar aljabar contoh bekerja daripada memecahkan masalah setara.
(Carroll, 1994; Miller, Lehman, & Koedinger, 1999; Paas, 1992; Paas & van Merriënboer , 1994; Pillay, 1994; Quilici & Mayer, 1996; Trafton & Reiser, 1993), efek demonstrasi awal , telah didistribusikan pada berbagai
kesempatan menggunakan berbagai macam peserta didik untuk mempelajari berbagai bahan yang sama banyak. untuk pemula, belajar contoh bekerja tampaknya selalu unggul menemukan atau membangun solusi untuk masalah.
Menurut Sweller, (1988), pembelajaran dengan pemecahan masalah dapat berfungsi sempurna tanpa belajar apapun.
Pencarian atas beban terbatas memori kerja pemecahan masalah dan memerlukan kerja sumber daya memori yang akan digunakan untuk kegiatan yang tidak
berhubungan dengan pembelajaran, akibatnya peserta didik dapat terlibat dalam kegiatan pemecahan
masalah
untuk
waktu yang lama dan belajar hampir tidak ada (Sweller
et al., 1982).
Dengan mempelajari contoh bekerja dapat mengurangi beban memori kerja karena pencarian dikurangi atau
dihilangkan dan mengarahkan perhatian (yaitu, mengarahkan kerja sumber daya memori) untuk mempelajari hubungan penting antara gerakan pemecahan masalah. Siswa belajar untuk mengenali yang bergerak diperlukan untuk masalah tertentu, sebagai dasar untuk masukan kerangka pemecahan masalah (Chi, Glaser, & Rees, 1982).
Ada kondisi di mana efek contoh bekerja (efek keahlian pembalian) tidak mungkin
diperoleh ;
1.
Contoh kerja tidak
mungkin diperoleh ketika contoh dikerjakan sendiri terstruktur dengan cara yang membebankan beban kognitif berat.
Dengan kata lain, sangat
mungkin untuk
struktur contoh dikerjakan dengan
cara yang membebankan berat beban kognitif
sebagai usaha
untuk belajar dengan menemukan solusi masalah (Tarmizi & Sweller, 1988; Ward & Sweller, 1990).
2.
efek contoh bekerja pertama menghilang dan kemudian berbalik menjadi keahlian meningkat
bagi peserta
didik.
Pemecahan masalah hanya menjadi
relatif efektif
bila peserta
didik cukup
berpengalaman sehingga mempelajari contoh bekerja adalah, bagi mereka, kegiatan berlebihan yang meningkatkan beban memori kerja dibandingkan dengan menghasilkan solusi yang dikenal (Kalyuga, Chandler, Tuovinen, & Sweller, 2001).
Kalyuga, Ayres, Chandler, & Sweller, (2003), menekankan pada pentingnya
menyediakan pemula di daerah dengan bimbingan luas karena mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup dalam memori jangka panjang untuk mencegah tidak menghasilkan pencarian pemecahan masalah. Bimbingan itu bisa lambat hanya dengan peningkatan pengetahuan keahlian dalam memori jangka panjang dapat mengambil alih dari bimbingan eksternal.
2. Proses lembar kerja.
Cara lain untuk membimbing instruksi adalah menggunakan lembar kerja proses (VanMerriënboer,
1997). Lembar kerja tersebut memberikan gambaran tentang tahapan yang harus dilakukan melalui memecahkan masalah serta petunjuk atau aturan praktis yang dapat membantu
untuk
berhasil
menyelesaikan setiap tahap. Siswa dapat berkonsultasi lembar kerja proses
,
sementara mereka bekerja pada tugas-tugas belajar dan mereka dapat menggunakannya untuk mencatat hasil antara dari proses pemecahan masalah.
Nadolski, Kirschner, dan van Merriënboer (2005), misalnya, mempelajari efek dari lembar kerja proses dengan mahasiswa hukum dan menemukan bahwa ketersediaan lembar
kerja proses
memiliki efek positif pada kinerja tugas belajar, ditandai dengan koherensi yang lebih tinggi dan konten yang lebih akurat dari kasus hukum yang sedang
dikembangkan. Peserta didik menerima bimbingan melalui lembar kerja proses mengungguli peserta didik kiri untuk menemukan prosedur yang tepat sendiri.
BAB III
KAJIAN TEORI
Pembelajaran
yang menitik beratkan pada masalah adalah pembelajaran yang berpusat di siswa, siswa belajar tentang subjek dalam
konteks yang kompleks, beragam, dan masalah realistis. Bekerja dalam kelompok,
siswa mengidentifikasi apa yang mereka sudah tahu, apa yang mereka perlu tahu,
dan bagaimana dan di mana untuk mengakses informasi baru yang dapat mengakibatkan
resolusi masalah.
Peran
instruktur adalah sebagai fasilitator pembelajaran yang memberikan perancah
sesuai proses ,mengajukan
pertanyaan menyelidiki,
menyediakan sumber daya yang sesuai, dan memimpin diskusi kelas, serta
merancang penilaian siswa. Peran instruktur yang sedikit arahan sering
mengakibatkan siswa menjadi hilang kendali , frustrasi, dan kebingungan mereka
dapat menyebabkan kesalahpahaman dalam mengasumsikan suatu permasalah dan
menarik kesimpulan dari permasalahan yang diberikan.
Untuk meminimalisir masalah tersebut diperlukan
instruksi terbimbing yang bisa mengarahkan siswa kearah yang diinginkan.
Intruksi terbimbing sebaiknya digunakan pada setiap pembelajaran yang menitik
beratkan pada pembelajaran berbasis masalah ( seperti : Problem based Learning
( PBL), Discovery, konstruktivisme, Eksperimen, dan pembelajaran berbasis
Inquiri).
A. Instruksi
Terbimbing
1. Model
Instruksi Terbimbing
Model
pembelajaran instruksi terbimbing adalah model pembelajaran yang menekankan
pada penguasaan konsep dan/atau perubahan perilaku dengan mengutamakan
pendekatan deduktif, dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) transformasi dan
ketrampilan secara langsung; (2) pembelajaran berorientasi pada tujuan
tertentu; (3) materi pembelajaran yang telah terstuktur; (4) lingkungan belajar
yang telah terstruktur; dan (5) distruktur oleh guru. Guru berperan sebagai
penyampai informasi, dan dalam hal ini guru seyogyanya menggunakan berbagai
media yang sesuai, misalnya film, tape recorder,
gambar, peragaan, dan sebaganya. Informasi yang disampaikan dapat berupa
pengetahuan prosedural (yaitu pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan
sesuatu) atau pengetahuan deklaratif, (yaitu pengetahuan tentang sesuatu dapat
berupa fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi). Kritik terhadap penggunaan
model ini antara lain bahwa model ini tidak dapat digunakan setiap waktu dan
tidak untuk semua tujuan pembelajaran dan semua siswa.
2.
Tahapan Model Pembelajaran Instruksi Terbimbing
Tahapan atau sintaks model pembelajaran instruksi
terbimbing menurut Bruce dan Weil (1996), sebagai berikut:
- Orientasi. Sebelum menyajikan dan menjelaskan materi baru, akan sangat menolong siswa jika guru memberikan kerangka pelajaran dan orientasi terhadap materi yang akan disampaikan. Bentuk-bentuk orientasi dapat berupa: (1) kegiatan pendahuluan untuk mengetahui pengetahuan yang relevan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa; (2) mendiskusikan atau menginformasikan tujuan pelajaran; (3) memberikan penjelasan/arahan mengenai kegiatan yang akan dilakukan; (4) menginformasikan materi/konsep yang akan digunakan dan kegiatan yang akan dilakukan selama pembelajaran; dan(5) menginformasikan kerangka pelajaran.
- Presentasi. Pada fase ini guru dapat menyajikan materi pelajaran baik berupa konsep-konsep maupun keterampilan. Penyajian materi dapat berupa: (1) penyajian materi dalam langkah-langkah kecil sehingga materi dapat dikuasai siswa dalam waktu relatif pendek;(2) pemberian contoh-contoh konsep; (3) pemodelan atau peragaan keterampilan dengan cara demonstrasi atau penjelasan langkah-langkah kerja terhadap tugas; dan (4) menjelaskan ulang hal-hal yang sulit.
- Latihan terstruktur. Pada fase ini guru memandu siswa untuk melakukan latihan-latihan. Peran guru yang penting dalam fase ini adalah memberikan umpan balik terhadap respon siswa dan memberikan penguatan terhadap respon siswa yang benar dan mengoreksi respon siswa yang salah.
- Latihan terbimbing. Pada fase ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih konsep atau keterampilan. Latihan terbimbing ini baik juga digunakan oleh guru untuk mengases/menilai kemampuan siswa untuk melakukan tugasnya. Pada fase ini peran guru adalah memonitor dan memberikan bimbingan jika diperlukan.
- Latihan mandiri. Pada fase ini siswa melakukan kegiatan latihan secara mandiri, fase ini dapat dilalui siswa jika telah menguasai tahap-tahap pengerjaan tugas 85-90% dalam fase bimbingan latihan.
Di lain pihak, Slavin (2003) mengemukakan tujuh
langkah dalam sintaks pembelajaran instruksi terbimbing, yaitu sebagai berikut.
- Menginformasikan tujuan pembelajaran dan orientasi pelajaran kepada siswa. Dalam tahap ini guru menginformasikan hal-hal yang harus dipelajari dan kinerja siswa yang diharapkan.
- Me-review pengetahuan dan keterampilan prasyarat. Dalam tahap ini guru mengajukan pertanyaan untuk mengungkap pengetahuan dan keterampilan yang telah dikuasai siswa.
- Menyampaikan materi pelajaran. Dalam fase ini, guru menyampaikan materi, menyajikan informasi, memberikan contoh-contoh, mendemontrasikan konsep dan sebagainya.
- Melaksanakan bimbingan. Bimbingan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menilai tingkat pemahaman siswa dan mengoreksi kesalahan konsep.
- Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih. Dalam tahap ini, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih keterampilannya atau menggunakan informasi baru secara individu atau kelompok.
- Menilai kinerja siswa dan memberikan umpan balik. Guru memberikan reviu terhadap hal-hal yang telah dilakukan siswa, memberikan umpan balik terhadap respon siswa yang benar dan mengulang keterampilan jika diperlukan.
- Memberikan latihan mandiri. Dalam tahap ini, guru dapat memberikan tugas-tugas mandiri kepada siswa untuk meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang telah mereka pelajari.
3. Situasi
Pembelajaran Instruksi Terbimbing dapat di Gunakan
Beberapa situasi yang memungkinkan model pembelajaran instruksi
terbimbing cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran:
- Ketika guru ingin mengenalkan suatu bidang pembelajaran yang baru dan memberikan garis besar pelajaran dengan mendefinisikan konsep-konsep kunci dan menunjukkan keterkaitan di antara konsep-konsep tersebut.
- Ketika guru ingin mengajari siswa suatu keterampilan atau prosedur yang memiliki struktur yang jelas dan pasti.
- Ketika guru ingin memastikan bahwa siswa telah menguasai keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat pada siswa, misalnya penyelesaian masalah (problem solving).
- Ketika guru ingin menunjukkan sikap dan pendekatan-pedekatan intelektual (misalnya menunjukkan bahwa suatu argumen harus didukung oleh bukti-bukti, atau bahwa suatu penjelajahan ide tidak selalu berujung pada jawaban yang logis)
- Ketika subjek pembelajaran yang akan diajarkan cocok untuk dipresentasikan dengan pola penjelasan, pemodelan, pertanyaan, dan penerapan.
- Ketika guru ingin menumbuhkan ketertarikan siswa akan suatu topik.
- Ketika guru harus menunjukkan teknik atau prosedur-prosedur tertentu sebelum siswa melakukan suatu kegiatan praktik.
- Ketika guru ingin menyampaikan kerangka parameter-parameter untuk memandu siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran kelompok atau independen.
- Ketika para siswa menghadapi kesulitan yang sama yang dapat diatasi dengan penjelasan yang sangat terstruktur.
- Ketika lingkungan mengajar tidak sesuai dengan strategi yang berpusat pada siswa atau ketika guru tidak memiliki waktu untuk melakukan pendekatan yang berpusat pada siswa.
4.
Kelebihan dan Keterbatasan Model Pembelajaran Instruksi Terbimbing
Kelebihan model
pembelajaran instruksi terbimbing:
- Dengan model pembelajaran instruksi terbimbing, guru mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang diterima oleh siswa sehingga dapat mempertahankan fokus mengenai apa yang harus dicapai oleh siswa.
- Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil.
- Dapat digunakan untuk menekankan poin-poin penting atau kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi siswa sehingga hal-hal tersebut dapat diungkapkan.
- Dapat menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan informasi dan pengetahuan faktual yang sangat terstruktur.
- Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi rendah.
- Dapat menjadi cara untuk menyampaikan informasi yang banyak dalam waktu yang relatif singkat yang dapat diakses secara setara oleh seluruh siswa.
- Memungkinkan guru untuk menyampaikan ketertarikan pribadi mengenai mata pelajaran (melalui presentasi yang antusias) yang dapat merangsang ketertarikan dan dan antusiasme siswa.
- Ceramah merupakan cara yang bermanfaat untuk menyampaikan informasi kepada siswa yang tidak suka membaca atau yang tidak memiliki keterampilan dalam menyusun dan menafsirkan informasi.
- Secara umum, ceramah adalah cara yang paling memungkinkan untuk menciptakan lingkungan yang tidak mengancam dan bebas stres bagi siswa. Para siswa yang pemalu, tidak percaya diri, dan tidak memiliki pengetahuan yang cukup tidak merasa dipaksa dan berpartisipasi dan dipermalukan.
- Model pembelajaran terbimbing dapat digunakan untuk membangun model pembelajaran dalam bidang studi tertentu. Guru dapat menunjukkan bagaimana suatu permasalahan dapat didekati, bagaimana informasi dianalisis, dan bagaimana suatu pengetahuan dihasilkan.
- Pengajaran yang eksplisit membekali siswa dengan ”cara-cara disipliner dalam memandang dunia (dan) dengan menggunakan perspektif-perspektif alternatif” yang menyadarkan siswa akan keterbatasan perspektif yang inheren dalam pemikiran sehari-hari.
- Model pembelajaran terbimbing yang menekankan kegiatan mendengar (misalnya ceramah) dan mengamati (misalnya demonstrasi) dapat membantu siswa yang cocok belajar dengan cara-cara ini.
- Ceramah dapat bermanfaat untuk menyampaikan pengetahuan yang tidak tersedia secara langsung bagi siswa, termasuk contoh-contoh yang relevan dan hasil-hasil penelitian terkini.
- Model pembelajaran terbimbing(terutama demonstrasi) dapat memberi siswa tantangan untuk mempertimbangkan kesenjangan yang terdapat di antara teori (yang seharusnya terjadi) dan observasi (kenyataan yang mereka lihat).
- Demonstrasi memungkinkan siswa untuk berkonsentrasi pada hasil-hasil dari suatu tugas dan bukan teknik-teknik dalam menghasilkannya. Hal ini penting terutama jika siswa tidak memiliki kepercayaan diri atau keterampilan dalam melakukan tugas tersebut.
- Siswa yang tidak dapat mengarahkan diri sendiri dapat tetap berprestasi apabila model pembelajaran langsung digunakan secara efektif.
- Model pembelajaran terbimbing bergantung pada kemampuan refleksi guru sehingga guru dapat terus menerus mengevaluasi dan memperbaikinya.
Keterbatasan
Model Pembelajaran Instruksi terbimbing:
- Model pembelajaran instruksi terbimbing bersandar pada kemampuan siswa untuk mengasimilasikan informasi melalui kegiatan mendengarkan, mengamati, dan mencatat. Karena tidak semua siswa memiliki keterampilan dalam hal-hal tersebut, guru masih harus mengajarkannya kepada siswa.
- Dalam model pembelajaran instruksi terbimbing, sulit untuk mengatasi perbedaan dalam hal kemampuan, pengetahuan awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya belajar, atau ketertarikan siswa.
- Karena siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat secara aktif, sulit bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan interpersonal mereka.
- Karena guru memainkan peran pusat dalam model ini, kesuksesan strategi pembelajaran ini bergantung pada image guru. Jika guru tidak tampak siap, berpengetahuan, percaya diri, antusias, dan terstruktur, siswa dapat menjadi bosan, teralihkan perhatiannya, dan pembelajaran mereka akan terhambat.
- Terdapat beberapa bukti penelitian bahwa tingkat struktur dan kendali guru yang tinggi dalam kegiatan pembelajaran, yang menjadi karakteristik model pembelajaran instruksi terbimbing, dapat berdampak negatif terhadap kemampuan penyelesaian masalah, kemandirian, dan keingintahuan siswa.
- Model pembelajaran instruksi terbimbing sangat bergantung pada gaya komunikasi guru. Komunikator yang buruk cenderung menghasilkan pembelajaran yang buruk pula dan model pembelajaran instruksi terbimbing membatasi kesempatan guru untuk menampilkan banyak perilaku komunikasi positif.
- Jika materi yang disampaikan bersifat kompleks, rinci, atau abstrak, model pembelajaran langsung mungkin tidak dapat memberi siswa kesempatan yang cukup untuk memproses dan memahami informasi yang disampaikan.
- Model pembelajaran langsung memberi siswa cara pandang guru mengenai bagaimana materi disusun dan disintesis, yang tidak selalu dapat dipahami atau dikuasai oleh siswa. Siswa memiliki sedikit kesempatan untuk mendebat cara pandang ini.
- Jika model pembelajaran instruksi terbimbing tidak banyak melibatkan siswa, siswa akan kehilangan perhatian setelah 10-15 menit dan hanya akan mengingat sedikit isi materi yang disampaikan.
- Jika terlalu sering digunakan, model pembelajaran instruksi terbimbing akan membuat siswa percaya bahwa guru akan memberitahu mereka semua yang perlu mereka ketahui. Hal ini akan menghilangkan rasa tanggung jawab mengenai pembelajaran mereka sendiri.
- Karena model pembelajaran langsung melibatkan banyak komunikasi satu arah, guru sulit untuk mendapatkan umpan balik mengenai pemahaman siswa. Hal ini dapat membuat siswa tidak paham atau salah paham.
- Demonstrasi sangat bergantung pada keterampilan pengamatan siswa. Sayangnya, banyak siswa bukanlah pengamat yang baik sehingga dapat melewatkan hal-hal yang dimaksudkan oleh guru.
B. Instruksi
dengan Sedikit Bimbingan
a)
Strategi pembelajaran berbasis masalah
merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran artinya dalam pembelajaran ini tidak
mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat kemudian menghafal
materi pelajaran, akan tetapi melalui strategi pembelajaran berbasis masalah
siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya
menyimpulkannya.
b)
Aktivitas
pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Strategi pembelajaran
berbasis masalah menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses
pembelajaran. Artinya, tanpa masalah tidak mungkin ada proses pembelajaran.
c)
Pemecahan
masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.
Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan
induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris,
sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu,
sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan
fakta yang jelas.
2. Tujuan
Model Instruksi dengan Sedikit Bimbingan
a)
Membantu
siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah.
b)
Belajar
peranan orang dewasa yang autentik.
c)
Menjadikan
siswa berusaha berpikir kritis dan mampu mengembangkan kemampuan analisisnya serta
menjadi pembelajar yang mandiri.
d)
Memberikan
dorongan kepada peserta didik untuk tidak hanya sekedar berpikir sesuai yang
bersifat konkret tetapi lebih dari itu berpikir terhadap ide-ide yang abstrak
dan kompleks.
3.
Tahapan Model Instruksi dengan Sedikit Bimbingan
Tahap
|
Tingkah Laku guru
|
Tahap-1
Orientasi siswa pada masalah
|
Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau
demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk
terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.
|
Tahap-2
Mengorganisasi siswa untuk belajar
|
Guru membantu siswa untuk
mendefinisikan dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan
masalah tersebut
|
Tahap-3
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
|
Guru mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah.
|
Tahap-4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
|
Guru membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan
model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
|
Tahap-5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah
|
Guru membantu siswa untuk
melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan
proses-proses yang mereka gunakan.
|
4. Keunggulan dan Keterbatasan Model Pembelajaran Instruksi
dengan Sedikit Bimbingan
Keunggulan Model Pembelajaran Instruksi dengan sedikit
Bimbingan
Sebagai suatu strategi pembelajaran, strategi
pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa keunggulan, di antaranya:
1. lebih memahami isi pelajaran.
2. dapat menantang kemampuan siswa serta
memberikan kepuasan untuk menentukan pengetahuan baru bagi siswa.
3. dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran
siswa.
4. dapat membantu siswa bagaimana mentrasfer
pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
5. dapat membantu siswa untuk mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka
lakukan.
6. lebih menyenangkan dan disukai siswa.
7. dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk
berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan
pengetahuan baru.
8. dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
9. dapat mengembangkan minat siswa untuk secara
terus menerus belajar.
10. Dapat menambah wawasan guru.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi
pembelajaran berbasis masalah harus dimulai dengan kesadaran adanya masalah
yang harus dipecahkan. Pada tahapan ini guru membimbing siswa pada kesadaran
adanya kesenjangan atau gap yang dirasakan oleh manusia atau lingkungan sosial.
Kemampuan yang harus dicapai oleh siswa, pada tahapan ini adalah siswa dapat menentukan
atau menangkap kesenjangan yang terjadi dari berbagai fenomena yang ada.
Ketebatasan Model Pembelajaran Instruksi dengan
sedikit Bimbingan
Di samping memiliki keunggulan, strategi pembelajaran berbasis masalah juga
memiliki beberapa kelemahan diantaranya:
1.
Manakala
siswa dihadapkan pada permasalahan yang sulit untuk dipecahkan, maka mereka
akan merasa enggan untuk mencoba.
2.
Membutuhkan
cukup waktu untuk persiapan.
3.
Memerlukan
bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi, mungkin
juga fasilitas internet. Semua ini akan menunjang, memperkaya, dan mempermudah
pengembangan wawasan. Bila sarana ini tidak dipenuhi, maka penerapan
pembelajaran terpadu juga akan terhambat.
4.
Tanpa
bimbingan siswa akan menjadi tidak terarah dan konsep menjadi salah.
5.
Manakala
siswa dihadapkan pada masalah yang sulit siswa hilang kendali , frustrasi, dan
kebingungan mereka dapat menyebabkan kesalahpahaman pada konsep.
6.
Sulit untuk
mengarahkan pada tujuan yang diinginkan.
C. Teori Beban
Kognitif
Teori beban kognitif telah dirancang
untuk memberikan pedoman dimaksudkan untuk membantu dalam penyajian informasi
dengan cara yang mendorong kegiatan belajar yang mengoptimalkan kinerja
intelektual. Teori ini mempekerjakan aspek pengolahan
informasi teori untuk menekankan keterbatasan
bersamaan memori kerja beban belajar selama pembelajaran. Itu membuat penggunaan skema sebagai unit utama analisis untuk desain
bahan ajar. Teori ini menunjukkan bahwa belajar terbaik
terjadi dalam kondisi yang selaras dengan arsitektur kognitif manusia.
Teori beban
kognitif menyediakan kerangka kerja umum dan memiliki implikasi yang luas untuk
desain
instruksional , dengan
memungkinkan desainer instruksional untuk mengontrol kondisi belajar dalam
lingkungan atau, lebih umum, dalam kebanyakan bahan ajar. Secara khusus, ia
menyediakan pedoman berbasis empiris yang membantu desainer instruksional
mengurangi beban kognitif asing selama pembelajaran dan dengan demikian
memfokuskan kembali perhatian peserta didik terhadap bahan erat, sehingga
meningkatkan erat (skema terkait) beban kognitif.
Teori beban kognitif (Paas, Renkl &
Sweller, 2004; Sweller, 2004) menyebutkan bahwa beban kognitif dalam memori
pekerja dapat disebabkan oleh tiga sumber yaitu:
(1) beban kognitif instrinsik (intrinsic
cognitive load); (2) beban kognitif ekstrinsik (extrinsic cognitive load)
dan (3) beban kognitif konstruktif (german cognitive load). Beban
kognitif intrinsik adalah
tingkat melekat kesulitan yang terkait dengan topik pembelajaran tertentu. Istilah ini pertama kali digunakan pada 1990-an oleh Chandler
dan Sweller. Menurut mereka, semua instruksi memiliki kesulitan yang melekat
terkait dengan itu (misalnya, perhitungan 2 + 2, dibandingkan memecahkan persamaan diferensial ). Kesulitan yang melekat ini tidak boleh diubah oleh instruktur.
Namun, banyak skema dapat dipecah menjadi individu
"subschemas" dan diajarkan secara terpisah, untuk kemudian dibawa
kembali bersama-sama dan digambarkan sebagai keseluruhan gabungan.
Beban kognitif
instrinsik ditentukan oleh tingkat kekompleksan informasi atau
materi yang sedang dipelajari, sedangkan beban kognitif ekstrinsik
ditentukan oleh teknik penyajian materi tersebut (Sweller & Chandler,
1994). Beban kognitif intrinsik tidak dapat dimanipulasi karena sudah menjadi
karakter dari interaktifitas elemen-elemen di dalam materi. Sehingga, beban
kognitif intrinsik ini bersifat tetap. Namun, beban kognitif ekstrinsik dapat
dimanipulasi. Teknik penyajian materi yang baik, yaitu yang tidak menyulitkan
pemahaman, akan menurunkan beban kognitif ekstrinsik. Pemahaman suatu materi
dapat mudah terjadi jika ada pengetahuan prasyarat yang cukup yang dapat
dipanggil dari memori jangka panjang. Jika pengetahuan prasyarat ini dapat
hadir di memori pekerja secara otomatis, maka beban kognitif ekstrinsik akan
semakin minimum. Semakin banyak pengetahuan yang dapat digunakan secara
otomatis, semakin minimum beban kognitif di memori pekerja. Dalam hal ini,
kapasitas memori pekerja menjadi semakin meningkat.
Materi yang
secara intrinsik mempunyai beban berat, jika disajikan dengan baik, maka proses
kognitif di memori pekerja akan berjalan dengan lancar. Sebaliknya, meskipun
beban kognitif intrinsik suatu materi adalah ringan, jika disajikan dengan
tidak baik, seperti terlalu banyak atau acak, maka proses kognitif di memori
pekerja akan berjalan dengan lambat atau berhenti.
Jika memori
pekerja telah dipenuhi oleh beban kognitif intrinsik dan ekstrinsik, maka tidak
ada muatan yang tersisa untuk beban kognitif konstruktif. Beban kognitif
konstruktif adalah beban kognitif yang diakibatkan oleh proses kognitif
yang relevan dengan pemahaman materi yang sedang dipelajari dan proses
konstruksi (akuisisi skema) pengetahuan. Jika tidak ada beban kognitif
konstruktif, berarti memori pekerja tidak dapat mengorganisasikan,
mengkonstruksi, mengkoding, mengelaborasi atau mengintegrasikan materi yang
sedang dipelajari sebagai pengetahuan yang tersimpan dengan baik di memori
jangka panjang. Dengan kata lain, informasi yang disajikan tidak dipelajari
dengan baik. Informasi tersebut mungkin berhasil disimpan di memori jangka
panjang, tapi mungkin akan sulit dipanggil kembali atau tidak terkoneksi dengan
pengetahuan yang relevan. Hal ini berakibat pada lambatnya proses pembelajaran
yang terkait di masa selanjutnya
Proses
kognitif konstruktif tersebut terjadi secara otomatis jika memang ada muatan di
memori pekerja yang kosong akibat dari minimalnya beban kognitif intrinsic dan
ekstrinsik. Tetapi, dapat dipengaruhi oleh motivasi dan sikap siswa terhadap
materi yang dipelajari. Tanpa adanya motivasi dan sikap yang baik terhadap
proses pemelajaran, meskipun materi telah dimanajemen dengan baik, hasil
pembelajaran mungkin tidak maksimal.
Implikasi
dari fungsi memori pekerja dalam mendesain metode pembelajaran antara lain: (1)
perlu memahami tingkat kekompleksan materi yang akan dipelajari atau banyaknya
informasi yang akan disampaikan; (2) perlu mengetahui tingkat pengetahuan awal
siswa yang akan mempelajari materi yang disampaikan; (3) meminimalkan jumlah
dari beban kognitif intrinsik dan ekstrinsik; dan (4) memfasilitasi proses yang
meningkatkan beban kognitif konstruktif yaitu akuisisi dan konstruksi skema
pengetahuan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Bimbingan pembelajaran langsung penyediaan informasi
yang secara keseluruhan menjelaskan konsep dan prosedur, termasuk dukungan
strategi belajar.
[Jangka panjang memori] tidak lagi dilihat sebagai
repositori pasif diskrit, fragmen terisolasi dari informasi yang memungkinkan
kita untuk mengulangi apa yang telah kita pelajari. Juga tidak dipandang hanya
sebagai sebuah komponen arsitektur kognitif manusia yang berpengaruh hanya
periferal pada proses kognitif yang kompleks seperti berpikir dan pemecahan
masalah. Sebaliknya, memori jangka panjang sekarang dipandang sebagai pusat,
struktur dominan kognisi manusia. Segala sesuatu yang kita lihat, dengar, dan
pikirkan sangat tergantung pada dan dipengaruhi oleh memori jangka panjang .
De Groot (1945/1965) Seorang ahli catur, diikuti oleh
Chase dan Simon (1973), telah memberikan pengaruh yang besar pada
konseptualisasi bidang tentang peran memori jangka panjang.
- Pecatur Ahli jauh lebih mampu daripada pemula untuk mereproduksi konfigurasi papan dilihat sebentar diambil dari permainan nyata, tetapi tidak berbeda dalam mereproduksi konfigurasi papan acak (lihat juga Egan & Schwartz, 1979; Jeffries, Turner, Polson, & Atwood, 1981; Sweller & Cooper, 1985)
- Pemecah masalah Expert berasal keterampilan mereka dengan menggambar pada pengalaman yang luas tersimpan dalam memori jangka panjang mereka dan kemudian dengan cepat memilih dan menerapkan prosedur terbaik untuk memecahkan masalah. Oleh karena itu, "Kami terampil di daerah karena memori jangka panjang kami berisi sejumlah besar informasi mengenai daerah. Informasi yang memungkinkan kita untuk dengan cepat mengenali karakteristik situasi dan menunjukkan kepada kita, sering secara tidak sadar, apa yang harus dilakukan dan kapan melakukannya “.
- Kemudian berikut bahwa "Tujuan dari semua instruksi untuk mengubah memori jangka panjang. Jika tidak ada yang berubah dalam memori jangka panjang, tidak ada yang telah dipelajari. Setiap rekomendasi instruksional yang tidak atau tidak dapat menentukan apa yang telah berubah dalam memori jangka panjang, atau yang tidak meningkatkan efisiensi dengan mana informasi yang relevan disimpan dalam atau diambil dari memori jangka panjang, kemungkinan tidak efektif ".
- Kita tahu bahwa pemecahan masalah, yang merupakan pusat untuk satu prosedur instruksional menganjurkan bimbingan minimal, disebut instruksi berbasis penyelidikan, menempatkan beban yang besar pada memori kerja (Sweller, 1988). Tanggung jawab pasti harus pada mereka yang mendukung instruksi berbasis penyelidikan untuk menjelaskan bagaimana prosedur tersebut circumvents batas terkenal memori kerja ketika berhadapan dengan informasi baru.
Tujuan dari instruksi adalah untuk "memberi
peserta didik bimbingan khusus tentang bagaimana kognitif memanipulasi
informasi dengan cara yang konsisten dengan tujuan belajar, dan menyimpan
hasilnya dalam memori jangka panjang . Namun, pencarian berbasis masalah
membuat tuntutan berat pada memori kerja. Selain itu, beban memori kerja tidak
memberikan kontribusi pada akumulasi pengetahuan dalam memori jangka panjang.
Peserta didik harus membangun representasi mental atau
skema terlepas dari apakah mereka diberi informasi yang lengkap atau parsial.
Informasi lengkap akan menghasilkan representasi yang lebih akurat yang juga
lebih mudah diperoleh. Konstruktivisme Oleh karena itu berdasarkan pada
pengamatan bahwa, meskipun secara deskriptif akurat, tidak menyebabkan teori
desain pembelajaran preskriptif atau teknik pedagogis yang efektif (Clark &
Estes, 1998, 1999; Estes & Clark,1999; Kirschner, Martens, &
Strijbos, 2004).
Ada perbedaan yang jelas antara belajar disiplin dan
berlatih disiplin. Ini mungkin sebuah kesalahan mendasar untuk menganggap bahwa
isi pedagogik dari pengalaman belajar identik dengan metode dan proses (yaitu,
epistemologi) dari disiplin yang dipelajari dan kesalahan untuk menganggap
instruksi yang harus secara eksklusif berfokus pada metode dan proses ...
.Kirschner (1991, 1992) juga berpendapat bahwa cara seorang ahli bekerja dalam
nya domain (epistemologi) tidak sama dengan cara kita belajar di daerah itu
(pedagogi). Sebuah garis yang sama penalaran diikuti oleh Dehoney (1995), yang
mengemukakan bahwa model mental dan strategi para ahli telah dikembangkan
melalui proses yang lambat dari pengalaman di bidang pengumpulan domain mereka.
M enurut Kyle (1980), penelitian ilmiah adalah
kemampuan kinerja yang sistematis dan investigasi menggabungkan kemampuan
berpikir tak terkendali setelah seseorang telah memperoleh, pengetahuan kritis
luas dari subyek tertentu melalui proses pengajaran formal. Ini mungkin tidak
bisa disamakan dengan metode investigasi pengajaran ilmu pengetahuan, teknik
pengajaran diri instruksional, atau teknik pengajaran terbuka. Pendidik yang
membingungkan keduanya bersalah atas penyalahgunaan penyelidikan sebagai
paradigma yang menjadi dasar strategi pembelajaran .
Bukti kuat dari yang dirancang dengan baik, dikontrol
studi eksperimental juga mendukung bimbingan pembelajaran langsung (misalnya,
lihat Moreno, 2004; Tuovinen & Sweller, 1999). Hardiman, Pollatsek, dan
Weil (1986) dan Brown dan Campione (1994) mencatat bahwa ketika siswa belajar
ilmu di dalam kelas dengan metode murni penemuan dan umpan balik minimal,
mereka sering menjadi hilang dan frustrasi, dan kebingungan mereka dapat
menyebabkan kesalahpahaman. Lain (misalnya, Carlson, Lundy, & Schneider,
1992; Schäuble, 1990) menemukan bahwa karena awal yang salah yang umum dalam
situasi pembelajaran seperti itu, penemuan terarah yang paling sering tidak
efisien.
Teori beban kognitif menunjukkan bahwa eksplorasi
bebas dari lingkungan yang sangat kompleks dapat menghasilkan beban memori
kerja berat yang merugikan belajar. Saran ini sangat penting dalam hal peserta
didik pemula, yang tidak memiliki skema yang tepat untuk mengintegrasikan
informasi baru dengan pengetahuan sebelumnya. [Diuji ingat langsung fakta,
serta keterampilan pemecahan masalah dan mentransfer].
Bekerja contoh
efek - peserta didik (pemula) yang diperlukan untuk
memecahkan masalah melakukan lebih buruk pada tes berikutnya masalah daripada
peserta didik yang mempelajari setara contoh bekerja. (Sweller & Cooper,
1985; Cooper & Sweller, 1987; Carroll, 1994; Miller, Lehman, &
Koedinger, 1999; Paas, 1992; Paas & van Merriënboer, 1994; Pillay, 1994;
Quilici &Mayer, 1996; Trafton & Reiser, 1993).
Pemecahan masalah pencari adalah cara yang tidak
efisien untuk mengubah memori jangka panjang ... dan beban berat terbatas memori kerja ... Sebaliknya,
mempelajari contoh dikerjakan baik mengurangi beban memori kerja karena
pencarian dikurangi atau dihilangkan dan mengarahkan perhatian (yaitu,
mengarahkan kerja sumber daya memori ) untuk mempelajari hubungan penting
antara gerakan pemecahan masalah. Siswa belajar untuk mengenali yang bergerak
diperlukan untuk masalah tertentu, dasar untuk akuisisi pemecahan masalah skema
(Chi, Glaser, & Rees, 1982).”."Karakteristik yang berubah memori kerja
saat memproses akrab sebagai lawan bahan diinduksi asing Ericsson dan Kintsch
(1995) mengusulkan struktur terpisah, jangka panjang memori kerja, untuk
menangani informasi baik belajar dan otomatis"
Kondisi di mana efek bekerja-contoh tidak mungkin
diperoleh:
- Ketika contoh bekerja dengan sendirinya terstruktur dengan cara yang membebankan beban kognitif berat
- Ketika meningkat keahlian peserta didik (efek akan menurun kemudian berbalik arah, efek pembalikan keahlian)
Menurut Elstein (1994) organisasi pengetahuan dan
akuisisi skema yang lebih penting untuk pengembangan keahlian dari penggunaan
metode tertentu pemecahan masalah. Dalam hal ini, penelitian kognitif telah
menunjukkan bahwa untuk mencapai keahlian dalam domain, peserta didik harus
mendapatkan skema yang diperlukan yang memungkinkan mereka untuk bermakna dan
efisien menginterpretasikan informasi dan mengidentifikasi struktur masalah.
Skema mencapai hal ini dengan membimbing pemilihan informasi yang relevan dan
pemutaran dari informasi yang tidak relevan.
Epistemologi disiplin tidak harus bingung dengan
pedagogi untuk mengajar atau belajar itu. Praktek profesi adalah tidak sama
dengan belajar untuk berlatih profesi.
Penekanan pada aplikasi praktis apa yang sedang
dipelajari tampaknya sangat positif. Namun, mungkin kesalahan untuk mengasumsikan
bahwa isi pedagogik dari pengalaman belajar identik dengan metode dan proses
(yaitu, epistemologi) dari disiplin yang dipelajari dan kesalahan untuk
mengasumsikan bahwa instruksi harus secara eksklusif berfokus pada aplikasi.
Tapi Kirschner
dan rekan-penulis berpendapat bahwa berpusat pada siswa belajar "membuat
tuntutan berat pada memori kerja". Pemikiran seperti ini segera, jangka
pendek dan prosedural, dan tidak membantu siswa melakukan upaya mereka untuk
memori jangka panjang. Tanpa bimbingan, siswa harus mengerahkan sejumlah besar
usaha mental untuk memahami informasi di depan mereka. Memecahkan masalah
prosedur cenderung membanjiri setiap memori dan pemahaman tentang hubungan
antara unit.
Pemecahan
masalah memerlukan penelusuran pemecahan masalah dan pencarian harus terjadi
menggunakan memori kerja yang terbatas. Pemecahan masalah pencari adalah cara
yang tidak efisien untuk mengubah memori jangka panjang karena fungsinya adalah
untuk menemukan solusi masalah, tidak mengubah memori jangka panjang. Memang,
pencarian pemecahan masalah dapat berfungsi sempurna tanpa belajar apapun .
Dengan
demikian, siswa benar-benar kelebihan beban dan tidak yakin di mana untuk
memulai, dan mungkin tidak lebih jauh ke depan pada akhir latihan.
Para penulis menjelaskan bahwa kelebihan kognitif ini
terutama terlihat untuk "pelajar pemula, yang tidak memiliki skema yang
tepat untuk mengintegrasikan informasi baru dengan pengetahuan mereka
sebelumnya. Dengan kata lain, siswa yang tidak memiliki latar belakang yang
kuat dalam suatu topik tertentu tidak bisa menarik dari pengalaman sebelumnya
untuk memahami tugas-tugas baru di depan mereka. Inilah sebabnya mengapa mereka
begitu kelebihan beban berurusan dengan prosedural pemecahan masalah. Tanpa
skema, atau perancah, informasi menjadi tumpukan menakutkan yang menyebabkan
frustrasi. Ketika siswa belajar "dengan metode murni penemuan dan umpan
balik minimal, mereka sering menjadi hilang dan frustrasi. Selain itu, rasa
frustrasi ini dapat "menyebabkan kesalahpahaman" dan salah langkah
yang "tidak efisien" .
Akibatnya,
siswa baru untuk topik perlu "bimbingan luas karena mereka tidak memiliki
pengetahuan yang cukup dalam memori jangka panjang untuk mencegah tidak
produktif pencarian pemecahan masalah. Instruksi langsung adalah kuncinya.
Kirschner, Sweller, dan Clark memeriksa sejumlah kasus-kasus individu di mana
instruksi dibimbing guru sangat penting. Dengan konsep-konsep matematika baru,
misalnya, seorang guru harus bekerja di luar persamaan dengan siswa. Sejumlah
penelitian menunjukkan bahwa contoh dikerjakan "kedua mengurangi beban
memori kerja karena pencarian dikurangi atau dihilangkan dan mengarahkan
perhatian (yaitu mengarahkan kerja sumber daya memori) untuk mempelajari
hubungan penting antara pemecahan masalah-bergerak. Para penulis juga
menunjukkan bahwa siswa "harus membangun representasi mental atau skema
terlepas dari apakah mereka diberi informasi yang lengkap atau parsial.
Informasi lengkap akan menghasilkan representasi yang lebih akurat yang juga
lebih mudah diperoleh. Mereka berpendapat bahwa "pertumbuhan badan
penelitian [adalah] menunjukkan bahwa siswa belajar lebih dalam dari kuat
dipandu belajar daripada dari penemuan"; Selain itu, baru-baru ini
"temuan itu ambigu. Instruksi langsung yang melibatkan bimbingan yang
cukup, termasuk contoh-contoh, menghasilkan jauh lebih belajar dari penemuan.
Mereka relatif sedikit siswa yang belajar melalui penemuan menunjukkan
tanda-tanda kualitas unggul pembelajaran ".
Para penulis
menunjukkan bahwa strategi bimbingan minimal dapat bekerja, tetapi hanya
jika siswa telah memperoleh pengetahuan yang luas terlebih dahulu:
"bimbingan bisa santai hanya dengan keahlian peningkatan pengetahuan dalam
memori jangka panjang dapat mengambil alih dari bimbingan eksternal”.
BAB V
KESIMPULAN
A. Simpulan
Penelitian
empiris tentang masalah instruksi dipandu minimial kemungkinan tidak efektif
telah memberikan bukti-bukti dan jelas bahwa bimbingan minimal selama instruksi
secara signifikan kurang efektif dan efisien daripada bimbingan khusus
dirancang untuk mendukung proses kognitif yang diperlukan untuk belajar.
Meskipun penelitian ini masih banyak pro dan kontra, namun penelitian ini telah
memberikan masukan yang cukup baik untuk arahan pengajaran selanjutnya.
B. Implikasi
Selama tahun 1990, beberapa ahli teori mulai mempelajari beban kognitif siswa (orang-orang
dengan pengetahuan
sebelumnya sedikit atau tidak dari materi pelajaran) selama pemecahan masalah. Teori beban kognitif diterapkan dalam beberapa konteks (Paas, 1992; Moreno & Mayer, 1999; Mousavi, Low, & Sweller, 1995; Chandler dan Sweller, 1992; Sweller & Cooper, 1985; Cooper & Sweller, 1987). Berdasarkan hasil penelitian
mereka,
para
penulis ini tidak mendukung gagasan yang memungkinkan siswa untuk berinteraksi dengan lingkungan belajar sakit-terstruktur.
Lingkungan
belajar
ill-structured bergantung pada peserta didik untuk menemukan solusi masalah (Jonassen, 1997). Jonassen (1997) juga menyarankan
bahwa
siswa diajarkan dengan "baik-terstruktur"
lingkungan
belajar.
Jonassen (1997)
juga
mengusulkan dirancang dengan baik, lingkungan belajar yang terstruktur menyediakan perancah untuk pemecahan
masalah.
Akhirnya kedua Sweller dan dukungan Jonassen skenario pemecahan masalah untuk pelajar lebih maju (Jonassen, 1997; luga, Ayres, Chandler, dan Sweller, 2003).
Sweller dan rekan-rekannya bahkan menyarankan baik terstruktur lingkungan belajar, seperti yang disediakan oleh contoh-contoh bekerja, tidak efektif bagi mereka dengan lebih banyak pengalaman-ini kemudian
digambarkan
sebagai
"efek pembalikan keahlian" (Kalyuga et al., 2003). Teori beban kognitif menyarankan contoh bekerja pada awalnya, dengan pengenalan bertahap pemecahan masalah skenario; ini digambarkan sebagai "petunjuk memudar efek" (Renkl, Atkinson, Maier, dan Staley, 2002; Sweller, 2003). Masing-masing dari ide-ide ini memberikan lebih banyak bukti untuk ACT-R kerangka Anderson (Clark & Elen, 2006). [38] kerangka ACT-R ini menunjukkan pembelajaran dapat dimulai dengan mempelajari contoh-contoh.
Akhirnya Mayer menyatakan: "Dengan demikian, kontribusi psikologi adalah untuk membantu memindahkan upaya reformasi pendidikan dari dunia kabur dan tidak produktif ideologi-yang kadang-kadang menyembunyikan pendidikan di bawah bendera berbagai versi konstruktivisme-ke dunia yang tajam dan produktif teori berbasis penelitian tentang
bagaimana orang belajar. "(Mayer, 2004, hal. 18).
C. Saran
1.
Mengingat untuk waktu yang diberikan untuk mereview
jurnal ini sangat singkat, maka diharapkan pembaca lain dapat melanjutkan
review yanglebih signifikan.
2.
Kepada pengajar diharapkan menggunakan
metode-metode yang telah disarankan, tetapi lebih baik lagi jika memadukan
keduanya ( misal kunstruktivisme terbimbing, Discovery terbimbing, Problem
Based-Learning terbimbing, Experimen terbimbing, dan Pembelajaran berbasis
inquiri terbimbing ) supaya pembelajaran bisa lebih terarah dan selaras
dengan arsitektur kognitif manusia, sehingga beban kognitif siswa dapat
diminimalisir..
DAFTAR
PUSTAKA
Sweller, J.
(1988). Cognitive load during problem solving: Effects on learning. Cognitive Science, 12, 257–285.
Sweller, J.
(1999). Instructional design in technical
areas. Camberwell, Australia: ACER Press.
Sweller, J.
(2003). Evolution of human cognitive architecture. In B. Ross (Ed.), The psychology of learning and motivation
(Vol. 43, pp. 215–266).
San Diego,
CA: Academic. Sweller, J. (2004). Instructional design consequences of an
analogybetween evolution by natural selection and human cognitive architecture.
Instruc -
tional Science, 32, 9–31.
Sweller, J.,
& Cooper, G. A. (1985). The use of worked examples as a substitute forproblem
solvinginlearningalgebra. Cognition and Instruction,2,
59–89.
Sweller, J.,
Mawer, R., & Howe, W. (1982). The consequences of his - tory-cued and
means-ends strategies in problems solving. American
Journal of Psychology , 95 , 455–484.
Sweller, J.,
van Merriënboer, J. J. G., & Paas, F. (1998). Cognitive architecture and
instructional design. Educational
Psychology Review, 10, 251–296.
Tarmizi, R.,
& Sweller, J. (1988). Guidance during mathematical problem solving. Journal of Educational Psychology, 80, 424–436.
Trafton, J.
G., & Reiser, R. J. (1993). The contribution of studying examples and
solving problems toskill acquisition. InM. Polson (Ed.), Proceedings of the 15th Annual Conference of the Cognitive Science
Society (pp.1017–1022). Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Tuovinen, J.
E., & Sweller, J. (1999). A comparison of cognitive load associated with
discovery learning and worked examples. Journal
of Educational Psychology, 91, 334–341.
Van
Joolingen, W. R., de Jong, T., Lazonder, A. W., Savelsbergh, E. R., & Manlove,
S. (2005). Co-Lab: Research and development of an online learning environment
for collaborat
ive
scientific discovery learning. Computers
in Human Behavior, 21, 671–688.
Winn, W.
(2003). Research methods and types of evidence for research in educational
psychology. Educational Psychology Review,
15, 367–373.
Woltz, D. J.
(2003). Implicit cognitive processes as aptitudes for learning. Educational Psychologist, 38, 95–104.
Komentar
Posting Komentar