PENGAJARAN PEMODELAN MATEMATIKA DI SEKOLAH SINGAPURA





PENGAJARAN PEMODELAN MATEMATIKA DI SEKOLAH SINGAPURA

Disarikan secara bebas oleh Deasy dari makalah berjudul “Teaching Mathematical Modelling in Sigapore Schools

 (Ang Keng Cheng, National Institute of Education, Singapore , Jurnal Studi Pendidikan Vol. 6 Nomor 1, 63-75  , 2001  )




 Artikel ini membahas mengenai manfaat pengajaran dan pembelajaran pemodelan matematika yang baik sebagai bagian dari kurikulum matematika tingkat menengah di Singapura . Artikel ini dapat digunakan untuk memberikan pengalaman proses matematika pemodelan di kelas. Misalnyanya dengan menggunakan ide-ide dasar dan konsep dasar dari matematika yang disajikan dengan menggunakan contoh masalah pada kehidupan nyata dan biasanya permasalahan disesuaikan dengan topik yang sedang dibahas.Beberapa imlpikasi pada pengajaran dan pembelajaran matematika menggunakan pendekatan seperti diperiksa dan dibahas. Pengajaran pemodelan matematika melibatkan keterampilan berfikir tingkat tinggi dan pengambaran dari dunia nyata, serta keterampilan pemecahan masalah.
Kata kunci : Pengajaran Pemodelan Matematika

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Metode pembelajaran di kelas dapat ditandai dengan beberapa hal sebagai berikut. (1) Peserta didik lebih banyak menghafal pelajaran daripada berusaha mengerti dan memahaminya; (2) Siswa lebih tertarik pada masalah teknis yaitu menyelesaikan soal matematika yang masalahnya telah diformulasikan di dalam bentuk persamaan atau pertidaksamaan atau sistem persamaan, tanpa berusaha menggali apa makna model itu, dan bagaimana proses yang ditempuh untuk membuat modelnya. Tampak bahwa mencari solusi dari suatu model menjadi inti masalah matematika yang harus dikuasai. Para siswa kurang dibiasakan untuk mengerti dan memahami sejak dini bahwa lambang-lambang yang menjadi cirinya yang khusus atau model matematika (apakah berupa persamaan, pertidaksamaan, sistem persamaan, atau sistem pertidaksamaan) itu hanyalah sebagaian kecil dari masalah nyata yang dihadapi; (3) Pengajaran sekarang lebih menitikberatkan pada perkembangan intelek dan kurang memperhatikan unsur-unsur sikap. Artinya bagaimanakah sikap siswa setelah mereka terlibat aktif membahas suatu materi, apakah siswa menjadi lebih bersemangat belajar dan berusaha untuk menguasai masalah-masalah berikutnya, atau sebaliknya sikap siswa menjadi pasif dan tidak ada kemauan untuk mempelajari agar ia mengerti. Jika siswa makin bersemangat belajar berarti nilai-nilai dasar akan berkembang dalam pribadi siswa seperti percaya diri dalam menghadapi masalah yang ada. (4) Cara pengajaran tampak menekankan pada hasil belajar, tetapi kurang memperhatikan proses belajar. Kita menyadari bahwa sesungguhnya dalam proses inilah sering muncul sejumlah ide kreatif dan cemerlang untuk menyempurnakan pengalaman belajar. Akan tetapi jika hal ini diabaikan akan berakibat kepada kesulitan pada bagian metodologi dasar yaitu membuat model matematika dari unsur masalah yang diberikan. Hubungan dari unsur-unsur masalah nyata, abstraksi dan model dari masalah nyata yang diberikan sulit dirumuskan. Berdasarkan kenyataan di atas perlu dicari jalan keluar agar persoalan tersebut sedapat mungkin lebih mudah diatasi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka dapat didefinisikan masalah-masalah sebagai berikut:
1.        Bagaimana pengajaran pemodelan matematika yang baik dapat dimanfaatkan ?
2.        Contoh-contoh apa saja yang disajikan untuk memberikan ilustrasi dari proses pemodelan matematika dengan penggunaan ide-ide matematika dan konsep yang sudah ada pada kurikulum matematika ?

C. Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dalam pembuatan review ini, adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui manfaat dari pengajaran pemodelan matematika.
2.      Untuk mengetahui contoh-contoh yang disajikan oleh pemodelan matematika sebagai ilustrasi dari proses pemodelan matematika dengan penggunaan ide-ide matematika dan konsep yang sudah ada pada kurikulum matematika. 

D. Manfaat
Hasil dari review ini bermanfaat untuk memberikan masukan mengenai penggunaan Pemodelan Matematika dalam pengajaran matematika, hal ini disebabkan penggunaan Pemodelan Matematika pada pengajaran di kelas dapat memberikan kesempatan bagi  siswa untuk  terlibat  langsung. Secara praktis studi ini dapat dimanfaatkan dosen, guru maupun mahasiswa. Guru, dosen, dan mahasiswa menggunakan Pemodelan matematika dapat membantu pemahaman  dalam pemecahan masalah. Hal ini akan membantu siswa merasa senang terhadap matematika.  Bagi siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar matematika, tidak berminat, dan tidak mudah untuk menguasai matematika dalam materi-materi tertentu , serta  mempermudah dalam pemecahan masalah , baik dalam ilmu pasti maupun ilmu pengetahuan.




































BAB II
RINGKASAN JURNAL

Tujuan dari makalah ini adalah untuk menguji kemungkinan memperkenalkan ajaran pemodelan matematika untuk kurikulum sekolah menengah di Singapura. Membahas mengenai manfaat pengajaran dan pembelajaran pemodelan matematika yang baik. Contoh untuk menggambarkan proses pemodelan matematika hanya menggunakan dasar ide-ide matematika dan konsep yang disajikan. Ini berfungsi untuk menggambarkan matematika sekolah yang dapat digunakan untuk memberikan pengalaman mengenai proses pemodelan matematika di kelas. Beberapa implikasi pada pengajaran dan pembelajaran matematika menggunakan pendekatan seperti diperiksa dan dibahas.  
Salah satu tujuan utama dari pendidikan matematika untuk sekolah menengah  di Singapura adalah mengupayakan siswanya untuk  memperoleh pengetahuan, keterampilan  matematika yang dibutuhkan, dan untuk mengembangkan proses berfikir siswa sehingga dapat menerapkan matematika pada situasi kehidupan nyata. Bahkan, kurikulum matematika di Singapura dirancang dengan bahasan seputar " Pemecahan Masalah Matematika " sebagai fokus utama (Departemen Pendidikan, 2001).
Pada prinsipnya, dengan pemecahan masalah matematika sebagai tema, kurikulum diharapkan untuk mengarah pada penerapan matematika dalam situasi praktis dan masalah kehidupan nyata. Dalam proses penyampaian kurikulum, diharapkan matematika peserta didik tidak hanya akan menghargai keindahan subjek tetapi juga kegunaan dan kekuatan matematika.
Dalam prakteknya, bagaimanapun, penekanan akan mengarah pada pemecahan permasalahan rutin matematika dalam lingkungan bebas konteks. Bahkan pada kesempatan tertentu ketika sebuah masalah " kehidupan nyata " atau sebagai contoh dalam pembahasan di dalam kelas, biasanya permasalahan dibuatan disesuaikan dengan topik yang sedang dibahas. Masalah biasanya selesai dengan sendirinya, dan disajikan sangat bersih dan dalam keadaan rapih. Praktek ini menyebabkan,  kesulitan untuk meyakinkan pelajar bahwa  pada kehidupan nyata aplikasi matematika memang ada. 
Selain itu, matematika sering dianggap oleh siswa sebagai sekumpulan topik/ materi yang berbeda yang terpisah ruang dan dapat berdiri sendiri. Dalam kehidupan nyata, meskipun demikian, masalah cenderung mengatasi sejumlah mata pelajaran dan sering didefinisikan tidak begitu baik. Seringkali, kita perlu menerapkan ide-ide dan konsep-konsep dalam satu area untuk memecahkan masalah lain yang timbul. Pemodelan matematika menawarkan kesempatan yang sangat baik untuk menghubungkan dan menggunakan ide-ide dari berbagai daerah.
Pesatnya perkembangan komputer dan ketersediaan mereka di dalam kelas memiliki memiliki dampak yang luar biasa pada harapan keterampilan komputasi semua siswa. Keterampilan dianggap penting dalam kurikulum matematika mungkin tidak sehingga di masa depan (Arora & Rogerson, 1991). Namun, aplikasi matematika dalam pemecahan masalah dan pemodelan matematika harus tetap merupakan bagian integral dari kurikulum, karena ini akan selalu berguna.

Apa itu Pemodelan Matematika?

Pemodelan matematika adalah proses yang mewakili masalah dunia nyata di istilah matematika dalam upaya untuk menemukan solusi untuk masalah. A model matematika dapat dianggap sebagai penyederhanaan atau abstraksi dari (Kompleks) masalah dunia nyata atau situasi menjadi bentuk matematika, sehingga mengkonversi masalah dunia nyata ke masalah matematika. Matematika Masalah kemudian dapat diselesaikan dengan menggunakan teknik apapun yang diketahui untuk mendapatkan solusi matematika. Solusi ini kemudian diinterpretasikan dan diterjemahkan ke dalam nyata istilah. Gambar 1 menunjukkan pandangan yang disederhanakan dari proses pemodelan matematika.

Gambar I: Sebuah pandangan sederhana dari proses pemodelan matematika


Di atas adalah, tentu saja, definisi terlalu disederhanakan untuk biasanya kompleks proses pemodelan. Namun, untuk tujuan diskusi ini, itu adalah cukup untuk dicatat bahwa dalam pemodelan matematika, titik awal adalah dunia nyata masalah atau situasi.

Sebagaimana akan kita lihat, dalam pemodelan matematika, penekanannya adalah dalam memecahkan suatu masalah daripada mencari jawaban yang harus ada. Kadang-kadang, kita mungkin bahkan tidak dapat untuk memecahkan masalah sama sekali, meskipun kami berharap untuk bergerak satu langkah lebih dekat untuk mendapatkan solusi. Di lain waktu, kami senang dengan pendekatan yang baik untuk solusi dari masalah ketika "jawaban yang tepat" baik tidak ada atau di luar jangkauan.

Oleh karena itu, ketika kita mendekati ajaran matematika melalui matematika pemodelan, kita benar-benar mengajar pemecahan masalah matematika. Kami hadir matematika dalam tindakan, bukan sebagai seperangkat membingungkan formula menulis di papan tulis. Kami menempatkan matematika dalam beberapa konteks dan fokus pada mengapa matematika ada di tempat pertama. Selain itu, banyak keterampilan menantang dan menarik digunakan dalam
mengembangkan model dan ini sering diabaikan dalam sekolah tradisional matematika (Abrams, 2001). Beberapa dari ini akan menjadi jelas dalam berikutnya Bagian ketika kita meneliti contoh-contoh spesifik.
Contoh

Pada bagian ini, contoh bagaimana proses pemodelan matematika mungkin diperkenalkan di kelas menggunakan dasar ide-ide matematika dan konsep .are disajikan. Beberapa contoh ini diadaptasi dari sumber seperti Swetz dan Hartzler (1991), Wood (1992), dan Blane dan Evans (1 993).

Contoh I: Fungsi linear (atau grafik y = mx + c )

Sebuah cara yang umum untuk memperkenalkan fungsi linear adalah dengan menggunakan grafik lurus . Satu biasanya akan menyatakan bahwa grafik fungsi linear y = mx + c adalah garis lurus dengan gradien m dan y-intercept c. Ini cara bebas konteks dari mengajar adalah efisien dan rapi. Namun, mungkin lebih menarik untuk melihat bagaimana seperti grafik dan fungsi dapat benar-benar muncul dari situasi praktis yang nyata.

Perhatikan situasi berikut di mana air mengalir dari keran ke dalam pengukuran sebuah silinder dengan laju yang konstan (seperti yang digambarkan dalam Gambar 2). Misalkan kita ingin membangun model untuk menunjukkan bagaimana tingkat air berubah dengan waktu sehingga kita dapat memprediksi bagaimana lama waktu yang dibutuhkan untuk mengisi seluruh silinder. Ketinggian air di berbagai titik di waktu dapat membacakan gelas ukur.

Data tersebut dicatat dalam bentuk grafik seperti yang ditunjukkan.

Waktu ,  t
 
Tingkat Air ,
 

Gambar 2: Mewakili naiknya permukaan air dengan menggunakan fungsi linear


Dari data, kita sekarang dapat mencoba dan menebak hubungan antara tingkat air, y , dan waktu setelah keran dihidupkan, t , dengan asumsi bahwa air awal Tingkat adalah C. Hal ini tidak sulit untuk melihat bahwa tingkat air, y, setiap saat t  harus C ditambah beberapa angka positif, dan angka positif ini harus bergantung pada t.
Akhirnya, model yang diperoleh harus terlihat seperti


Y = C + kt



Dengan pemodelan situasi fisik sederhana ini, hubungan linear bisa "datang hidup ". Fungsi linear diberikan beberapa konteks dan grafik benar-benar mewakili sesuatu yang nyata dan fisik. Selain itu, proses pemodelan akan mudah-mudahan memungkinkan pelajar untuk menghargai konsep terkait lainnya. Misalnya, kita mendapatkan gradien curam grafik ketika tingkat air yang mengalir dari keran adalah meningkat.

Contoh 2: Masalah parkir mobil

Sebuah kompleks sekolah khas biasanya akan memiliki beberapa ruang parkir mobil. Parkir banyak biasanya sudah dicat, garis yang ditarik dan sebagainya. Misalkan kita ingin memeriksa untuk melihat apakah rencana yang ada telah menggunakan secara maksimal ruang parkir mobil. Jika tidak, kita ingin merancang ulang ruang untuk meningkatkan jumlah banyak. Masalah tersebut akan melibatkan pertanyaan seperti berikut:

Berapa banyak mobil dapat diparkir sepanjang satu trotoar menggunakan parkir paralel?

Berapa banyak ruang yang harus ada untuk lalu lintas dalam parkir mobil?

Untuk parkir sudut, kita bisa mempertimbangkan hubungan antara ruang trotoar, x dan sudut garis buat dengan pinggir jalan,ϴ (Lihat Gambar 3). Kami pertama kali bisa berasumsi bahwa lebar khas, w,  untuk banyak adalah 2,5 m.



Gambar 3: masalah parkir mobil


Hal ini tidak sulit untuk melihat bahwa hubungan antara tiga variabel, x, ϴ  dan w  adalah

Sin ϴ = w/x


Misalkan kita memperbaiki lebar banyak ( w ) dan ingin melihat bagaimana ruang pinggir jalan bervariasi dengan sudut banyak. Menggunakan spreadsheet sederhana, kita dapat menghasilkan tabel nilai (Lihat Tabel 1) dan grafiknya (lihat Gambar 4) sebagai berikut:


Gambar 4: Grafik ruang pinggir jalan terhadap sudut banyak


Satu kemudian dapat menggunakan informasi tersebut untuk membuat keputusan pada desain tempat parkir mobil, dan mudah-mudahan menjawab pertanyaan yang diajukan.

Contoh 3: masalah kotak Terbesar

Misalkan kita berniat untuk membuat kotak-top terbuka menggunakan selembar kartu dari sisi S dengan memotong persegi (sisi, mengatakan X ) dari setiap sudut kartu ( lihat Gambar 5). Potongan yang dihasilkan kemudian dilipat untuk membentuk kotak.

           Gambar 5: masalah kotak Terbesar



Pertanyaannya adalah: apa yang harus X jika kita ingin membuat kotak terbesar (dalam hal
volume)?

Ada beberapa pendekatan untuk masalah ini. Di sini, dua dijelaskan.

a)      pendekatan empiris
Model empiris melibatkan benar-benar membangun kotak dan mengambil pengukuran. Ini harus dilakukan secara sistematis seperti dalam melakukan eksperimen ilmiah. Karena kita sangat tertarik Relatiònshp yang antara ukuran persegi yang lebih kecil (yaitu, X) dan volume kotak, kita sistematis membuat kotak menggunakan nilai yang berbeda dari X.

Sisi kotak kemudian dapat diukur dan volume dihitung untuk setiap kasus. Atau, volume dapat diperkirakan dengan terlebih dahulu menuangkan pasir untuk sepenuhnya mengisi kotak. Jumlah pasir yang digunakan dapat diukur dengan menggunakan gelas ukur. Masih varian lain bisa untuk menimbang pasir sebagai gantinya. Pendekatan mana yang digunakan, hasilnya dapat disajikan dalam bentuk grafik (Gambar 6):
     Gambar 6: Grafik Volume terhadap


Sebuah "Kurva terbaik" kemudian sketsa untuk mencari dan estimasi X yang memberikan volume maksimal.

b)      Pendekatan Analytical
Sebuah model analitik atau teoritis mungkin juga dibangun untuk memecahkan masalah. Pendekatan ini lebih abstrak dan melibatkan penggunaan aljabar dan geometri. Kita model kotak dengan diagram geometris (seperti yang di Gambar 5). Kami kemudian menemukan volume kotak dalam hal dimensi s dan X.

Hal ini tidak sulit untuk melihat bahwa volume kotak, V diberikan oleh

V = x ( s -2x)2     atau   V= 4x3  -  4sx2 + s2x

Misalkan kartu persegi asli memiliki sisi dimensi, katakanlah, s = 10 cm. Kemudian, kami punya

V= 4x3  -  40x2 + 100x          


Ini mungkin titik yang baik untuk memperkenalkan fungsi kubik. Dalam kasus ini, model fungsi hubungan antara volume kotak dan ukuran cut-off persegi. Sekarang masih bagi kita untuk menemukan nilai X yang membuat V  maksimal. Cara ini dilakukan tergantung pada kemampuan matematika dan jatuh tempo pelajar. Misalnya, seorang mahasiswa akrab dengan kalkulus dapat memilih untuk menemukan derivatif dan titik balik fungsi untuk mendapatkan maksimal. Lain dapat menggunakan alat grafik untuk plot grafik V terhadap X untuk memperkirakan maksimal.
Gambar 7 menunjukkan plot yang dihasilkan dari alat grafik yang populer, graphmatica.



Contoh 4: Pertumbuhan penduduk Modelling

Sebuah contoh klasik dari pemodelan dengan orde pertama persamaan diferensial biasa adalah model pertumbuhan penduduk. The Malthus Model (atau model pertumbuhan eksponensial) adalah sering digunakan sebagai contoh pengantar untuk pemodelan populasi. Dalam hal ini, jika P (t) adalah populasi spesies setiap saat t, maka persamaan diferensial adalah :

dP / dt = kP

untuk beberapa  k konstan.

Namun, ini bukan model yang memuaskan karena menyiratkan bahwa penduduk akan tumbuh eksponensial tanpa batas. Sebuah model yang lebih realistis adalah model Verhulst, yang menggabungkan kompetisi ke dalam persamaan. The Verhulst Model, juga dikenal sebagai persamaan logistik, diberikan oleh :

dP / dt = rP –  (r / K )P2


mana r dan K adalah konstanta positif. Dalam hal ini, r adalah reproduksi intrinsik Tingkat dan K adalah daya dukung penduduk.

Ini mungkin tampak sulit pada awalnya untuk membahas model populasi seperti sebelum kursus dasar dalam kalkulus. Namun, adalah mungkin untuk memperkenalkan analog diskrit dari model. Ini mengambil bentuk berikut:
P ( n + 1 ) = P (n) + rP(n) – r / K (P(n))2

dimana n adalah bilangan bulat.
Hal ini agak sulit untuk mendapatkan data aktual untuk memotivasi model populasi tersebut. Orang bisa melakukan eksperimen (misalnya menggunakan kultur ragi) dan mengumpulkan data untuk mewakili populasi pada setiap tahap. Atau, data dapat diperoleh dari sumber-sumber lain, seperti Internet, atau dari literatur. Misalnya, Gambar 8 menampilkan sederet data dari penelitian pada populasi Barnacle Goose (Armson, Coclcroft & Stone, 2000). Kurva diperoleh dengan menggunakan persamaan logistik dan menyediakan model untuk variasi populasi angsa dengan waktu.


Gambar 8: Barnacle Goose populasi (diadaptasi dari Arrnson et al, 2000)
(     :  data aktual,                : model)
Contoh 5: estimasi numerik


Pada contoh sebelumnya, kita membahas model untuk, katakanlah, populasi angsa. Dalam proses, kita perlu memperkirakan jumlah angsa pada suatu waktu. Ini akan menjadi menarik untuk melihat bagaimana hal ini dilakukan karena hampir tidak mungkin untuk benar-benar menghitung jumlah angsa di wilayah mengingat bahwa daerah tersebut biasanya sangat besar.

Dalam contoh ini, kita meneliti bagaimana seorang ahli lingkungan hidup memperkirakan populasi dari spesies tertentu dari hewan. Matematika diterapkan di sini hanyalah ide rasio dan proporsi. Misalkan kita mampu menjebak dan tag X, jumlah angsa awalnya.

Ini kemudian dirilis untuk bergabung dengan penduduk lainnya. Setelah selang waktu (untuk memungkinkan "pencampuran" dari tag X1
dan angsa untagged), yang lain, katakanlah, y jumlah angsa yang terjebak. Dari ini, kita menghitung jumlah yang telah ditandai sebelumnya, dan biarkan nomor ini X2

Misalkan kondisi kurang lebih sama pada kedua kesempatan ketika angsa tertangkap. Kita kemudian dapat berasumsi bahwa proporsi angsa tag pada kedua Acara harus kurang lebih sama. Artinya, 

x2/y ≈ x1/T


dimana T adalah jumlah total angsa di wilayah tersebut. Dengan demikian kita memiliki perkiraan untuk populasi angsa. Contoh sederhana ini tidak hanya menggambarkan kegunaan konsep rasio dan proporsi tetapi juga memberikan konteks praktis.











BAB III
PEMBAHASAN

Metode pembelajaran di kelas dapat ditandai dengan beberapa hal sebagai berikut. (1) Peserta didik lebih banyak menghafal pelajaran daripada berusaha mengerti dan memahaminya; (2) Siswa lebih tertarik pada masalah teknis yaitu menyelesaikan soal matematika yang masalahnya telah diformulasikan di dalam bentuk persamaan atau pertidaksamaan atau sistem persamaan, tanpa berusaha menggali apa makna model itu, dan bagaimana proses yang ditempuh untuk membuat modelnya. Tampak bahwa mencari solusi dari suatu model menjadi inti masalah matematika yang harus dikuasai. Para siswa kurang dibiasakan untuk mengerti dan memahami sejak dini bahwa lambang-lambang yang menjadi cirinya yang khusus atau model matematika (apakah berupa persamaan, pertidaksamaan, sistem persamaan, atau sistem pertidaksamaan) itu hanyalah sebagaian kecil dari masalah nyata yang dihadapi; (3) Pengajaran sekarang lebih menitikberatkan pada perkembangan intelek dan kurang memperhatikan unsur-unsur sikap. Artinya bagaimanakah sikap siswa setelah mereka terlibat aktif membahas suatu materi, apakah siswa menjadi lebih bersemangat belajar dan berusaha untuk menguasai masalah-masalah berikutnya, atau sebaliknya sikap siswa menjadi pasif dan tidak ada kemauan untuk mempelajari agar ia mengerti. Jika siswa makin bersemangat belajar berarti nilai-nilai dasar akan berkembang dalam pribadi siswa seperti percaya diri dalam menghadapi masalah yang ada. (4) Cara pengajaran tampak menekankan pada hasil belajar, tetapi kurang memperhatikan proses belajar. Kita menyadari bahwa sesungguhnya dalam proses inilah sering muncul sejumlah ide kreatif dan cemerlang untuk menyempurnakan pengalaman belajar. Akan tetapi jika hal ini diabaikan akan berakibat kepada kesulitan pada bagian metodologi dasar yaitu membuat model matematika dari unsur masalah yang diberikan. Hubungan dari unsur-unsur masalah nyata, abstraksi dan model dari masalah nyata yang diberikan sulit dirumuskan.
1. Model Dan Kegunaannya
Dalam kehidupan sehari-hari, kata model sering digunakan, dan mengandung arti sebagai contoh, miniatur, peta, gambar sebagai penyajian dari suatu masalah. Misalnya, model pakaian, model rumah. Secara umum istilah tersebut di atas menggambarkan adanya padanan atau hubungan antara unsur-unsur dari rumah dengan modelnya. Sebagai contoh, perbandingan antara panjang dan lebar bangunan rumah dengan modelnya. Tetapi tidaklah berarti bahwa model rumah dan rumah itu sendiri sama ukuranya dalam setiap hal. Secara singkat dapat dikatakan bahwa apabila ada suatu benda A (dapat berupa masalah, fenomena) dan modelnya B, maka terdapat kumpulan unsur-unsur dam B yang mempunyai padanan dengan A. Demikian pula terdapat suatu hubungan yang berlaku antara unsur-unsur di B yang
sesuai dengan unsur-unsur sebagai padanannya di A.
Dengan analogi pemikiran seperti itu, dalam matematika pun selalu terkait pada masalah yang berhubungan dengan besaran atau variabel. Suatu fenomena atau sebuah unsur tertentu dapat direpresentasikan dengan suatu variabel. Suatu masalah yang timbul akan lebih mudah dan menjadi tampak sederhana, apabila masalah itu dinyatakan secara matematik. Misalnya, mutu lulusan sekolah dasar (M) tergantung atas beberapa faktor, seperti kualitas guru (x1), kualitas masukan (x2), relevansi kurikulum (x3), dan sarana penunjang pembelajaran (x4). Jika disusun rumusan unsur-unsur ini, dapat dinyatakan bahwa mutu lulusan adalah fungsi dari faktor-faktor x1, x2, x3, dan x4. Dalam bentuk model matematik hubungan ini dapat ditulis dengan M= f (x1, x2, x3, x4) atau secara singkat ditulis  M=f(x), dengan pemahaman bahwa variabel x mewakili variabel x1, x2, x3, dan x4. Bentuk penulisan terakhir ini menunjukkan adanya simplikasi (penyederhanaan) cara penulisan hubungan antara variabel yang satu dengan variabel lainnya.
Perihal mutu lulusan yang dipengaruhi oleh mutu guru, mutu masukan, relevansi kurikulum dan sarana penunjang lainnya merupakan kondisi obyektif atau suatu fakta yang secara realitas terjadi di sektor pendidikan. Kondisi nyata demikian diabstraksikan kemudian ketidaksempurnaan yang terdapat pada masing-masing unsur dieliminir dan dipandang telah sesuai dengan kondisi sesungguhnya. Proses ini disebut proses abstraksi dan idealisasi. Dalam proses ini diterapkan prinsip-prinsip matematika yang relevan sehingga menghasilkan sebuah model matematika yang diharapkan. Model matematika yang dihasilkan, baik dalam bentuk persamaan, pertidaksamaan, sistem persamaan atau lainnya terdiri atas sekumpulan lambang yang disebut variabel atau besaran yang kemudian di dalamnya digunakan operasi matematika seperti tambah, kali, kurang, atau bagi. Dengan prinsip-prinsip matematika tersebut dapat dilihat apakah model yang dihasilkan telah sesuai dengan rumusan sebagaimana formulasi masalah nyata yang dihadapi. Hubungan antara komponen-komponen dalam suatu masalah yang dirumuskan dalam suatu persamaan matematik yang memuat komponen-komponen itu sebagai variabelnya, dinamakan model matematik. Dan proses untuk memperoleh model dari suatu masalah dikatakan pemodelan matematika. Kegunaan yang dapat diperoleh dari model matematika ini antara lain:
1. Menambah kecepatan, kejelasan, dan kekuatan-kekuatan gagasan dalam jangka waktu yang relatif singkat,
2. Deskripsi masalah menjadi pusat perhatian,
3. Mendapatkan pengertian atau kejelasan mekanisme dalam masalah,
4. Dapat digunakan untuk memprediksi kejadian yang akan muncul dari suatu fenomena atau perluasannya,
5. Sebagai dasar perencanaan dan control dalam pembuatan kebijakan, dan lain-lain.

Gagasan yang dinyatakan dalam bentuk fungsi matematika merupakan salah satu generalisasi yang besar. Pada umumnya, fungsi matematika itu menyatakan kepada kita, bagaimana obyek-obyek dalam suatu himpunan masalah berhubungan satu dengan yang lain, Misalnya, bagaimana hubungan panjang lintasan (S), kecepatan (v), dan waktu (t) dari suatu benda yang bergerak. Formulasi dari hal tersebut dalam model matematika adalah S=f ( v,t ) =vt.
 Contoh lain, bagaimana hubungan antara luas ( L ) bangun segitiga dan panjang alas  ( a ) dan tinggi ( t ) segitiga. Dalam hal ini, kita pahami bahwa luas bangun segitiga tergantung atas panjang alas dan tingginya. Formulasi yang menunjukkan hubungan tersebut dinyatakan oleh   .

2. Klasifikasi Pembentukan Model
Suatu model seringkali dikelompok-kelompokkan antara lain berdasar upaya memperolehnya, keterkaitan pada waktu atau, sifat keluarannya. Model yang disamarkan atas upaya memperolehnya misalnya adalah model teoritik, meknistik, dan empiris. Model teoritik digunakan bagi model yang diperoleh dengan menggunakan teori-teori yang berlaku. Model mekanistik digunakan bila model tersebut diperoleh berdasar maknisme pembangkit fenomena. Model empirik digunakan bagi model yang diperoleh hanya dari pengamatan tanpa didasarkan pada teori atau pengetahuan yang membangkitkan fenomena tersebut. Model mekanistik dapat digunakan untuk lebih mengerti tentang proses pembangkit fenomena, biasanya lebih sedikit parameternya, serta luas kawasan berlakunya. Bila mekanisme fenomena tersebut sukar dipahami, maka model empirik akan sangat berguna.
Model yang didasarkan akan keterkaitan pada waktu adalah model statik dan dinamik. Model statik adalah model yang tidak terkait pada waktu sedangkan model dinamik tergantung pada waktu. Bila perubahan dalam model dinamik terjadi atau diamati secara kontinu dalam waktu, maka model tersebut dikatakan sebagai model diskrit. Bila keluaran suatu model dapat ditentukan secara pasti, yang tentunya berpadanan dengan hasil dari fenomenanya, maka model disebut sebagai model deterministik. Jika tidak, berarti ada ketidakpastian dari keluarannya, yang biasanya disebut sebagai variabel acak, maka model tersebut dikatakan sebagai model stokastik. Jadi, dalam model stokastik keluarannya tidak sepenuhnya dapat dispesifikasikan oleh bentuk model dan parameternya, tapi mengandung variabel lain yang tak dapat ditentukan secara pasti. Umumnya tak ada kepastian sesuainya keluaran suatu model, tetapi bila ketidakpastian itu dapat diabaikan maka model deterministik tersebut cukup memadai untuk digunakan.

3. Mekanisme Pembentukan Model Secara Umum
Model matematik yang biasa ditemukan dalam buku bacaan merupakan model akhir yang tampak apik dan teratur. Apakah model itu menyatakan peramalan sesuatu yang akan terjadi atas dasar apa yang dimiliki, atau apakah model itu merupakan hubungan–hubungan kenormalan sekelompok data, dll. Dalam kenyataan banyak upaya atau tahapan yang harus dilalui sebelum sampai pada hasil akhir tersebut. Tiap tahap memerlukan pengertian yang mendalam, utuh tentang konsep, teknik, intuisi, pemikiran kritis, kreatifitas, serta pembuatan keputusan. Bahkan faktor keberuntunganpun dapat saja terjadi.Berikut ini diberikan suatu metodologi dasar dalam proses penentuan model matematika atau sering disebut pemodelan matematika.
Tahap 1. Masalah.
Adanya masalah nyata yang ingin dicari solusinya merupakan awal kegiatan penyelidikan. Masalah tersebut harus diidentifikasi secara jelas, diperiksa dengan teliti menurut kepentingannya. Bila masalahnya bersifat umum maka diupayakan menjadi masalah khusus atau operasional.

Tahap 2. Karakterisasi masalah.
Masalah yang diteliti diperlukan karakterisasi masalahnya, yaitu pengertian yang mendasar tentang masalah yang dihadapi, termasuk pemilihan variabel yang relevan dalam pembuatan model serta keterkaitanya.

Tahap 3. Formulasi model matematik.
Formulasi model merupakan penterjemahan dari masalah kedalam persamaan matematik yang menghasilkan model matematik. Ini biasanya merupakan tahap (pekerjaan) yang paling penting dan sukar. Makin paham akan masalah yang dihadapi dan kokoh penguasaan matematik seseorang, akan sangat membantu memudahkan dalam mencari modelnya. Dalam pemodelan ini kita selalu berusaha untuk mencari model yang sesuai tetapi sederhana. Makin sederhana model yang diperoleh untuk tujuan yang ingin dicapai makin dianggap baik model itu. Dalam hal ini model yang digunakan ada-kalanya lebih dari satu persamaan bahkan merupakan suatu sistem, atau suatu fungsi dengan variabel-variabel dalam bentuk persamaan parameter. Hal ini tergantung anggapan yang digunakan. Tidak tertutup kemungkinan pada tahap ini juga dilakukan "coba" , karena model matematik ini bukanlah merupa kan hasil dari proses sekali jadi.

Tahap 4. Analisis.
Analisis matematik kemudian dilakukan dengan pendugaan parameter serta deduksi sifat-sifat yang diperoleh dari model yang digunakan.

Tahap 5. Validasi.
Model umumnya merupakan abstraksi masalah yang sudah disederhanakan, sehingga hasilnya mungkin berbeda dengan kenyataan yang diperoleh. Untuk itu model yang diperoleh ini perlu divalidasi, yaitu sejauh mana model itu dapat dianggap memadai dalam merepresentasikan masalah yang dihadapi. Proses validasi ini sebenarnya sudah dimulai dalam tahap analisis, misalnya dalam hal konsistensi model terhadap kaedah-kaedah yang berlaku.

Tahap 6. Perubahan.
Apabila model yang dibuat dianggap tidak memadai maka terdapat kemungkinan bahwa formulasl model yang digunakan atau karakterisasi masalah masih banyak belum layak (sesuai), sehingga perlu diadakan perubahan untuk kemudian kembali ke tahap berikutnya.

Tahap 7. Model memadai.
Bila model yang dibuat sudah memadai, maka tahap berikutnya dapat dilakukan. Model tersebut dapat digunakan untuk mencari solusi masalah yang diinginkan. Model suatu masalah akan sangat terkait dengan tujuan yang diinginkan. Masih terdapat kemungkinan bahwa model yang kita anggap memadai saat ini, dengan makin bertambahnya informasi yang terkumpul, suatu waktu nantinya mungkin dianggap tidak lagi memadai. Apalagi pengamatan yang kita lakukan hanyalah merupakan sebagian informasi yang tersedia. Dalam tahap ini dilakukan interpretasi keluaran dari model dan dikonsultasikan pada bahasa masalah semula.

Keseluruhan tahapan di atas dapat dilihat pada Bagan 1.
















BAB IV
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Dalam tulisan ini, dibahas relevansi mengajar pemodelan matematika sebagai bagian dari kurikulum matematika sekolah. Contoh-contoh yang disajikan dimaksudkan untuk memberikan ilustrasi dari proses pemodelan matematika menggunakan ide-ide matematika dan konsep yang sudah ada dalam kurikulum. Dengan demikian, tidak ada perlu merubah kurikulum - ada kebutuhan, namun, untuk memikirkan kembali pendekatan kami dengan mengajar dari beberapa topik di matematika.
Apa yang terjadi di kelas matematika kita saat ini masih banyak dnll dan berlatih prosedur pemecahan masalah matematika tertentu. Sementara ini mungkin keterampilan penting untuk menanamkan kepada siswa matematika, kebutuhan rutin perhitungan manual dapat berkurang dengan waktu. Selain itu, dengan munculnya hlgh kecepatan, komputer kinerja tinggi, penekanan mungkin tidak lagi pada seperti membosankan. Setelah semua, matematika adalah lebih dari sekedar tentang aritmatika - ini adalah tentang pemecahan masalah. Pengajaran model matematika melibatkan keterampilan tingkat tinggi dalam representasi dari dunia nyata, serta keterampilan pemecahan masalah. Ini adalah hasil yang diinginkan yang sama pentingnya dengan mendapatkan "jawaban yang benar" untuk "Masalah jumlah".

B. Implikasi
Guru yang tertarik untuk memperkenalkan model matematika dalam mereka pelajaran matematika perlu mencari ide-ide. Ada sumber daya, meskipun ini tidak tersedia seperti buku teks standar. Seringkali, itu adalah kurangnya kesiapan sumber dan materi yang menciptakan perlawanan terhadap pengajaran pemodelan matematika. Pendidik harus mengumpulkan inti  masalah sebagai materi pembelajaran. Guru mungkin perlu lebih banyak akal ketika mempersiapkan pelajaran, dan melihat teks apakah melebihi standar untuk dicocokan dan disesuaikan dengan bahan. Tantangannya adalah untuk mencari masalah yang dapat disesuaikan dengan tingkat kemampuan matematika dan kematangan peserta didik. Contoh sumber daya seperti Burghes, Galbraith, Harga dan Sherlock (1996) dan Saaty dan Alexander (1981).
Selain sumber daya, beberapa keterampilan pemodelan dan pemahaman tentang proses akan terlibat sangat penting dalam pengajaran yang sukses. Seorang matematika profesional biasanya akan memiliki beberapa jenis pengalaman. Memberikan pengalaman paralel untuk guru tidak mudah. Namun, adalah mungkin untuk guru untuk belajar bersama murid mereka. Atau, guru bisa hadir dalam layanan pelatihan untuk mendapatkan pengalaman tersebut (Eyre & Thompson, 1987).
Perlu disadari juga bahwa ada perbedaan yang jelas antara ajaran model matematika dan mengajar pemodelan matematika. Sedangkan di bekas penekanannya adalah pada produk (model), pemodelan matematika, mengarah mulai dari  proses  sampai disajikan sesuai dengan  fisik, situasi dunia nyata. Pertama dimulai dengan masalah nyata dan berkembang langkah demi langkah menuju kemungkinan solusi.
Pemodelan matematika juga menyediakan program yang sangat baik untuk belajar dan mengadakan percobaan yang bersifat rumpun ilmu. Masalah mungkin timbul (dan mereka biasanya lakukan) dari disiplin lain. Ini memberikan guru matematika dengan baik kesempatan untuk berkolaborasi dengan guru lain. Dengan Departemen Pendidikan penekanan saat ini pada pekerjaan proyek rumpun ilmu, pemodelan matematika dapat menjadi komponen penting dari kurikulum.
Keprihatinan lain bahwa guru mungkin adalah apakah model matematika untuk siswa dari semua kemampuan. Meskipun mungkin benar bahwa seorang siswa dengan kuat latar belakang matematika akan berada dalam posisi yang lebih baik untuk menghargai masalah berpose, adalah mungkin untuk menyediakan lingkungan belajar yang kaya dalam konteks yang realistis untuk rata-rata siswa (Swan, 1991). Masalah dapat dipecah menjadi tugas sederhana yang mendorong eksplorasi dan diskusi.

C. Saran
1.      Mengingat review buku ini yang waktunya cukup singkat, maka diharapkan pembaca lain dapat melanjutkan review yang lebih signifikan.
2.      Kepada pengajar diharapkan dalam proses belajar mengajar tidak hanya menggunakan satu metode pembelajaran yang terpusat pada guru, diharapkan dapat menggunakan metode yang lebih terpusat pada keaktifan siswa dan dapat menggunakan pemodelan matematika pada pengajarannya sesuai anjuran pemerintah mengenai kurikulum 2013.


REFERENSI


Abrams, JP (2001). Pengajaran model matematika dan keterampilan representasi. Dalam (AA Cuoco, & FR Curcio (Eds.), Peran representasi dalam matematika sekolah 2001 Yearbook (pp. 269- 282). Reston, VA: Dewan Nasional Guru Matematika.

Armson, R., Cockroft, JM, & Batu, JAR (2000). Pemodelan populasi teritip angsa. Pengajaran Matematika dan Aplikasi Its, 19 (2), 74-82.

Arora, MS, & Rogerson, A. (1991). Tren masa depan dalam pemodelan matematika dan aplikasi. Di M. Niss, W. Blum, & I. Huntley (Eds.), Pengajaran pemodelan matematika dan aplikasi (pp.111- 1 16 ). New York: Ellis Horwood.

Blane, D., & dan Evans, M. (Eds.). (1993). Pemodelan matematika untuk Tahun Senior. Blackburn, Australia: Acacia Press.

Burghes, D., Galbraith, P., Harga, N., & .. Sherlock, A. (1 996) Pemodelan matematika London: Prentice Balai International.

Eyre, RJ, & Thompson, D. (1987). Pemodelan matematika di sebuah perguruan tinggi Pendidikan. Di JS Berry, DN Burghes, ID Huntley, DJG James, & A. 0. Moscardini (Eds.), Pemodelan matematika program (pp.179-187). New York: Ellis Horwood. Departemen Pendidikan. (200 1). Matematika vllabus (Secondary), Singapura.

Saaty, TL, & . Alexander, JM (1981) Berpikir dengan model Oxford:. Pergamon Press. Swan, M. (1991). Pemodelan matematika untuk semua kemampuan. Di M. Niss, W. Blum,
& 1 Huntley (Eds.), Pengajaran model matematika dan aplikasi (pp. 137-146). New York: Ellis Horwood.

Swetz, F., & Hartzler, JS (Eds). (1991). Pemodelan matematika dalam kurikulum sekolah menengah. Reston, VA: Dewan Nasional Guru Matematika.

Wood, G. (Ed). (1 992). Pemodelan matematika di sekolah menengah atas Sebuah sumber daya Guru. Parkside, Australia: Asosiasi Matematika of South Australia Inc.

Wood, G. (Ed). (1 992). Pemodelan matematika di sekolah menengah atas - Sebuah sumber daya Guru. Parkside, Australia: Asosiasi Matematika of South Australia Inc.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH RPP PELUANG " PERMUTASI "